Delisting adalah penghapusan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Setelah delisting, saham tidak bisa ditransaksikan di BEI. Status perusahaan yang telah delisting biasanya tetap menjadi perusahaan publik tapi sahamnya tidak tercatat di BEI. Perusahaan yang sahamnya sudah delisting, tidak lagi memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat. Kendati demikian, perusahaan tersebut diperbolehkan untuk kembali mencatatkan sahamnya di BEI sesuai ketentuan yang berlaku (relisting). Relisting bisa dilakukan enam bulan usai delisting efektif.

 

Apa saja jenis delisting dan penyebabnya?
Ada dua jenis delisting, yaitu:

  1. Voluntary Delisting (Delisting Sukarela) yaitu emiten sendiri yang mengajukan delisting karena alasan tertentu. Misalnya karena kehendak pengendali baru, akibat merger, atau alasan lainnya. Delisting sukarela biasanya dipandang positif. Pemegang saham tidak perlu khawatir, karena ada kewajiban untuk menyerap saham di publik pada harga yang wajar. Biasanya harganya cenderung lebih tinggi daripada harga pasar
  2. Forced Delisting (Delisting Paksa) yaitu delisting yang dilakukan oleh otoritas bursa (BEI) berdasar aturan yang berlaku. Misalnya karena saham sudah disuspensi dua tahun berturut-turut karena tidak menyampaikan laporan keuangan, keberlangsungan bisnis perusahaan dipertanyakan dan tidak ada penjelasan, dan alasan lainnya. Biasanya perusahaan yang sahamnya didelisting paksa adalah perusahaan yang bermasalah. Investor saham yang memiliki saham yang delisting paksa biasanya dirugikan.

 

Apa yang sebaiknya dilakukan investor yang sahamnya terkena force delisting?
Ada dua hal yang bisa dilakukan investor yang sahamnya terkena force delisting:

Investor bisa menjual saham tersebut di pasar negosiasi. BEI akan membuka suspensi saham yang akan delisting dalam waktu tertentu, biasanya beberapa hari. Namun suspensi hanya dibuka di pasar negosiasi. Di dalam rentang waktu tersebut investor disarankan menjual saham tersebut. Celakanya saham yang akan delisting biasanya adalah perusahaan bermasalah yang harga sahamnya anjlok di pasar negosiasi. Bahkan kalau mau jual pun belum tentu ada yang mau beli. Sebagai contoh saham TRUB delisting di 12 September 2018. Harga sahamnya di pasar reguler adalah Rp 50 (tersuspen). Investor bisa menjual sahamnya di pasar negosiasi sampai tanggal 10 September. Tapi kalau kita lihat harga di pasar negosiasi cuma 1 rupiah per lembar saham

Saham delisting paksa harga anjlok di pasar negosiasi

Investor bisa membiarkan sahamnya. Perusahaan yang delisting biasanya tetap menjadi perusahaan publik dan bisa relisting lagi walaupun kecil kemungkinan untuk relisting lagi. Saham milik investor masih ada. Cuma biasanya perusahaan yang delisting paksa adalah perusahaan bermasalah, kemungkinan bisa jadi akhirnya tidak jelas lagi perkembangan perusahaannya atau bahkan bangkrut dan saham tidak ada nilainya lagi.

 

Jangan sampai membeli saham calon delisting paksa
Sudah banyak saham di BEI yang terkena forced delisting, misalnya CPGT, INVS, TRUB, BRAU, TKGA, DAVO, ASIA, CPDW, IDKM, INCF, KARK, PAFI, PWSI, SAIP, MBAI, RINA, SIIP, SIMM dan lain sebagainya. Biasanya investor nyangkut di saham-saham ini karena tergiur untung besar, lalu sahamnya disuspensi dan akhirnya delisting.

Jika kita perhatikan investor yang sahamnya kena delisting paksa umumnya akan rugi besar. Itulah risiko yang harus ditanggung sebagai investor saham. Nah, mencegah lebih baik daripada mengobati. Lebih baik adalah jangan sampai membeli saham yang berpotensi delisting paksa. Caranya sebenarnya mudah. Jangan membeli saham hanya karena harganya murah. Gunakanlah Analisis Fundamental untuk memilih saham terbaik. Saham yang fundamental nya baik, secara laporan keuangan, manajemen, dan memiliki tata kelola yang baik (GCG / Good Corporate Governance) biasanya bukan saham calon delisting paksa.

Semoga bermanfaat

>> Jangan Lewatkan

Buka rekening forex

Dapatkan GRATIS sinyal jual beli forex selama setahun, bila membuka rekening forex lewat JurusCUAN dan setor dana minimal Rp 5 juta
Info selengkapnya di sini