Di dalam investasi, harga yang terus naik, bahkan sampai melejit luar biasa, memang menarik hati. Siapa sih yang tidak mau dapat profit besar? Masalahnya, tidak semua kenaikan harga merupakan kenaikan yang wajar. Nah, kenaikan harga yang tidak wajar bisa membentuk gelembung aset (asset bubble). Inilah yang harus diwaspadai oleh investor. Karena berpotensi membuat rugi besar jika tidak hati-hati. Apa itu gelembung aset? Ada penyebabnya? Bagaimana memanfaatkannya untuk mendapatkan profit?
Apa Itu Gelembung Aset?
Gelembung aset (asset bubble) adalah kenaikan harga aset yang luar biasa, hingga jauh melebihi harga wajarnya. Biasanya kenaikan harga tersebut terjadi dalam waktu yang relatif singkat.
Bahkan harga asetnya tersebut bisa membuat orang geleng-geleng kepala, saking tidak masuk akalnya.
Gelembung aset bisa terjadi pada berbagai macam jenis aset. Mulai dari rumah, saham, minyak, emas, bahkan batu akik, tanaman hias, sampai tokek. Pokoknya asal ada harganya, suatu aset berpotensi menjadi gelembung.
Di pasar saham, kita sering sekali melihat fenomena gelembung aset pada saham gorengan, yang harganya digoreng naik setinggi langit.
Gelembung aset selain terjadi pada aset yang legal, tapi juga bisa terjadi pada aset yang ternyata penipuan (fraud). Contohnya pada kasus koin kripto Luna atau FTT.
Beberapa Contoh Gelembung Aset Di Dunia
Ada banyak sekali gelembung aset yang terjadi di dunia. Berikut adalah beberapa di antaranya yang terkenal:
- Tulip Mania di Belanda. Salah satu bubble paling terkenal dan pertama kali terjadi di dunia. Peristiwa ini terjadi tahun 1634 sampai tahun 1637. Pada puncak Tulip Mania, di bulan Februari 1637, beberapa biji tulip terjual lebih dari 10 kali lipat pendapatan tahunan seorang pengrajin terampil. Setelah itu harga tulip rontok terjun bebas, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
- The South Sea Bubble. Tahun 1720. Harga saham perusahaan The South Sea naik tajam hingga 8 kali lipat, lalu hancur lebur. Fisikawan Sir Isaac Newton dikabarkan juga ikut membeli sahamnya, dan rugi.
- Gelembung real estate dan pasar saham di Jepang tahun 1980-an. Harga saham dan harga tanah naik hingga berlipat-lipat sebelum meletus tahun 1991
- Dot com bubble tahun 1990. Kenaikan harga perusahaan dot com secara gila-gilaan, akhirnya meletus dan membuat resesi di AS
- Housing bubble tahun 1996-2006 di AS. Kemudahan kredit (subprime mortgage) mendorong harga rumah naik tajam di AS, kemudian meletus di tahun 2008 mengakibatkan krisis finansial di AS.
Bebebapa Contoh Gelembung Aset di Indonesia
Di Indonesia, kita bisa melihat fenomena gelembung aset pada kasus harga tanaman hias anthurium gelombang cinta (2007), tokek (2009), harga batu akik (2014), dan sebagainya.
Sebagai contoh, pada gelembung tokek, satu ekor bisa dihargai miliaran. Sedangkan pada gelembung tanaman hias anthurium gelombang cinta, harganya sempat melejit hingga setara rumah.
Di pasar saham, contoh gelembung aset terjadi pada saham-saham teknologi dan bank digital pada tahun 2020-2021. Dampak pandemi Covid-19 menyebabkan harga sahamnya sangat diminati hingga naik tajam, tapi kemudian rontok dengan cepat.
Gelembung Aset dan The Greater Fools Theory
Fenomena gelembung aset dapat dijelaskan dengan The Greater Fools Theory. Pada prinsipnya teori ini mengatakan harga bisa naik terus selama ada orang lain yang lebih bodoh yang masih mau membeli di harga lebih tinggi lagi.
Selama stok orang bodoh masih banyak, selama itu pula harga aset bisa digelembungkan.
Kapan harga tidak bisa naik lagi? Apabila sudah tidak ada orang bodoh yang mau membeli di harga lebih tinggi.
Saat orang-orang mulai sadar bahwa itu cuma gelembung, saat itulah gelembung mulai pecah. Saat orang bodoh sudah "menjadi pintar", tidak mau lagi membeli. Sebenarnya sih tetap bodoh, cuma lemot sadarnya.
Apa Penyebab Terjadinya Gelembung Aset?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya gelembung aset:
- Adanya easy money. Walaupun bisa muncul kapanpun, tetapi gelembung aset biasanya marak saat terjadi situasi ekonomi yang baik. Saat ekonomi kondusif, banyak orang kelebihan duit, bingung mau ditaruh di mana. Akhirnya tertarik mencoba berspekulasi di aset yang sedang trending. Bubble di pasar saham biasanya terjadi saat terjadi kebijakan uang longgar dari bank sentral seperti Fed. Easy money adalah bahan bakar utama suatu bubble.
- Adanya permintaan (demand). Fenomena melejitnya harga batu akik (2014) dimulai ketika salah satu presiden Republik Indonesia, memberikan hadiah batu akik jenis bacan kepada Presiden AS Barack Obama. Alhasil, batu akik jenis tersebut lantas menjadi incaran banyak orang. Sebentar kemudian menjadi hype, aset tersebut menjadi trending. Demand bertambah, sehingga harganya naik.
- Adanya pumping dari pihak-pihak tertentu. Kenaikan harga yang tajam bisa terjadi karena adanya usaha pihak-pihak tertentu untuk mengerek harga. Caranya bermacam-macam, misalnya menahan supply atau mendongkrak harga sendiri seperti yang lazimnya yang dilakukan pada saham gorengan.
- Adanya crowd behavior. Gelembung aset bisa terjadi karena perilaku kerumunan (crowd behavior). Melihat harga naik terus, banyak orang nekat FOMO (Fear Of Missing Out), takut tidak kebagian profit. Akibatnya mereka membeli aset di harga lebih tinggi. Sesuai dengan prinsip The Greater Fools Theory.
Apa Bahaya Gelembung Aset?
Cepat atau lambat gelembung aset akan meletus. Orang yang masuk membeli aset ini, terutama di puncak gelembung, akan menderita kerugian besar. Biasanya gelembung aset yang pecah, harganya akan kembali ke harga awalnya dengan cepat, atau bahkan bisa lebih rendah. Umumnya sulit untuk kembali ke harga tertingginya.
Bagaimana Sebaiknya Menyikapi Gelembung Aset?
Untuk gelembung aset, walaupun berbahaya, kita bisa memanfaatkannya untuk mencari profit. Tetapi harus dengan sangat hati-hati. Jika tidak berpengalaman trading, disarankan menjauh saja. Kunci memanfaatkan gelembung aset adalah pada timing masuk dan timing keluar. Sebaiknya kita masuk di awal atau tengah terbentuknya bubble. Kemudian keluar ketika terlihat bubble terlihat mencapai puncaknya atau mulai pecah.
Berikut adalah beberapa cara untuk menentukan timing masuk dan keluar gelembung aset:
1. Yang pertama adalah ciri easy money. Sebagai contoh, pada gelembung saham-saham teknologi di AS sangat terkait dengan kebijakan easy money Fed, setelah kebijakan easy money diperketat, demand mulai berkurang, gelembung mulai rontok.
2. Ciri kedua adalah seberapa besar demand-nya. Saat masih banyak demand biasanya masih aman. Tapi perlu hati-hati saat gelembung mencapai puncak biasanya saat terjadi hype luar biasa. Anda bisa perhatikan, kalau misalnya orang yang tidak biasa bicara investasi mulai bicara tentang aset tertentu. Misalnya ketika anak presiden, koki, komedian, ulama, artis mulai bicara tentang saham, NFT, atau lainnya. Nah, itu biasanya adalah tanda puncak gelembung pada aset tersebut. Saatnya kabur. Biasanya sebentar kemudian, gelembung pecah
3. Kita juga bisa menggunakan indikator Analisis Teknikal seperti Moving Average untuk menentukan kapan bisa masuk dan keluar di gelembung aset. Jika kita perhatikan rata-rata grafik harga gelembung aset itu mirip. Perhatikan saja grafik bubble Tulip mania dan grafik bubble saham teknologi AS. Mirip kan?
Kita bisa menggunakan Moving Average (MA) periode 100. Saat harga di atas MA, kita masih bisa membeli. Tapi saat harga di bawah MA, itulah saatnya menjual.
Menurut saya, gelembung aset bukanlah sesuatu yang mutlak harus dihindari. Kalau pintar, kita bisa memanfaatkan bubble untuk mendapatkan profit. Cuma saran saya, harus ekstra hati-hati dan tidak serakah.
Selamat artikel ini bermanfaat